Bisa dibilang, Raung ialah gunung tersulit yang luang aku lapisan sampai disaat ini. Tidak cuma karena acrophobia, treknya yang panjaaaang dan njeglag akan menghabiskan energi dan mentalmu. Untuk kalian yang berniat kesana, aku mempunyai beberapa memo, yang rasanya berguna buat nusa dan bangsa, berasal pada pengalamanku kemarin disana.
1. Memilah pendakian selama 4 hari 3 malam. Hari dini di camp 4, hari ke 2 di camp 7, hari ke 3 summit, hari ke 4 balik. Pengalaman kemarin, karena keterbatasan lama kita skip jadi 3 hari 2 malam. Hari dini harus menarget camp 7, biar summit tidak amat jauh. Dan kesimpulannya, energi sudah terkuras di hari dini.
2. Dari pos Pak Sunarya sampai camp 4 rute terbatas miring, namun dari camp 4 sampai puncak bendera rute amat terjal dan menukik, sampai peran treking pole disini amat berarti. Bawalah karena amat berguna, untuk naik terlebih turun.
3. Apabila terpaksa memilah lama 3d2n, sisihkan uangmu untuk menyewa porter air, karena apabila bawa sendiri per orang diwajibkan membawa minimal 4 botol 1. 5L. Bila tenagamu bagay quda, silahkan saja ngebut semau kalian.
4. Makan pagi dikala saat sebelum summit attack ketetapannya wajib, karena kita membutuhkan kalori yang cukup untuk bertemu puncak asli.
5. Pelajari tata cara layering pakaian di gunung dengan benar dan cocok. Kemarin kita disambut angin besar angin yang terlewat kelakuan, dengerin aja suaranya. Apabila pakaianmu tidak cocok, janganlah salahkan apabila AMS menyerangmu.
6. Memilah kawan sependakian yang silih bisa diharapkan. Support kawanmu amat dibutuhkan kala diterpa angin besar ke- putus asa- an, sangat penting di tebing2 di bawah puncak asli.
Mencegah gengsi itu memerlukan, memerlukan lihat tempat maksudnya. Gunung bukan tempat yang cocok untuk memuliakan gengsimu. Menahan rasa sakit biar terlihat kuat, kelakuan, apa terdapatnya, kokoh banting, bagak, buat apa? Apa salahnya apabila kadang- kadangkala seorang laki- laki berterus jelas lesu dan lelah? Bukankah manusiawi? Apa susahnya bilang“ janganlah tinggalkan saya, saya tidak bisa rute cepat, temani saya di balik”?
Kenapa tetap“ duluan saja, saya tidak papa, saya tidak mau di depan, saya tidak mau jadi pementasan” yang terucap?“ Ini pertanda”, katamu.“ aku mau dimengerti tanpa harus berdialog”, katamu lagi. Persetan, kataku. Bukan simpati kasih, yang ada benci. Sekali kali, jujurlah dengan situasi, dan akuilah jika kamu memanglah membutuhkan desakan. Bawa gengsimu ke kota dan makam bersama beton- batu gedung pencakar langit.